## Menuju Ekonomi Berkelanjutan: Indonesia Dorong Kolaborasi Global melalui Ekonomi Biru, Hijau, dan Sirkular
**Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur –** Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menekankan urgensi kolaborasi global dalam menghadapi tantangan lingkungan yang semakin kompleks. Peningkatan emisi karbon, pencemaran laut, dan degradasi lahan mengancam keberlanjutan ekonomi global, menuntut pendekatan terintegrasi dan komprehensif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Hal ini disampaikan Menko Airlangga secara virtual dalam seminar “Blue, Green, and Circular Economy: The Future Platform for Post-Pandemic Development,” sebuah acara sampingan (Side Event) dari Pertemuan Sherpa ke-2 Presidensi G20 Indonesia di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, pada Rabu (13/7/2022).
Data yang dipaparkan Menko Airlangga menggarisbawahi keparahan situasi. Emisi karbondioksida global terkait energi meningkat drastis sebesar 6 persen pada tahun 2021, mencapai rekor tertinggi 36,3 miliar ton. Situasi ini diperparah oleh penggunaan plastik yang meningkat dua kali lipat dalam tiga dekade terakhir, didorong oleh pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Produksi plastik global melesat dari 230 juta ton pada tahun 2000 menjadi 460 juta ton pada tahun 2019, namun hanya 9 persen yang berhasil didaur ulang. Akibatnya, 180 juta metrik ton plastik mencemari lautan, berdampak negatif terhadap setidaknya 88 persen spesies laut.
“Melihat realita ini, implementasi sistem ekonomi berbasis pendekatan biru, hijau, dan sirkular menjadi mutlak diperlukan,” tegas Menko Airlangga. Ia melanjutkan dengan menjelaskan potensi besar ekonomi biru, mengingat lautan yang mencakup tiga perempat permukaan bumi dan menopang sekitar 80 persen kehidupan di planet ini. Ekonomi kelautan saat ini telah memberikan mata pencaharian bagi lebih dari 10 persen populasi dunia, dengan nilai lebih dari USD 1,5 triliun dan diperkirakan akan berlipat ganda pada tahun 2030.
Sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Indonesia, pemerintah berkomitmen mengembangkan ekonomi biru secara berkelanjutan. Hal ini meliputi pengelolaan ekosistem laut dan pesisir yang bertanggung jawab, pemerataan ekonomi, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Indonesia tengah menjalankan tujuan ambisius untuk meminimalkan sampah laut, memulihkan, dan menjaga kelestarian mangrove serta habitat laut lainnya,” ujar Menko Airlangga.
Beberapa inisiatif revolusioner pun telah dijalankan, seperti pengelolaan perikanan berbasis kuota dan pengawasan teknologi, pembentukan komunitas budidaya perikanan berbasis kearifan lokal untuk mengatasi kemiskinan, serta pelestarian hasil laut bernilai ekonomi tinggi. Strategi ini terbukti efektif, dengan sektor perikanan tumbuh sebesar 4,55 persen pada kuartal ketiga tahun 2021 (year-on-year), didorong oleh kinerja ekspor hasil laut yang masuk dalam 20 besar produk ekspor Indonesia.
Di sektor hijau, Indonesia berkomitmen mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Komitmen ini selaras dengan target penurunan emisi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29 persen pada tahun 2030 dengan skenario business as usual (BAU), dan 41 persen dengan dukungan internasional. Untuk mencapai hal tersebut, berbagai kebijakan iklim telah terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, termasuk penerapan perdagangan karbon (cap and trade) dan pajak karbon yang direncanakan mulai tahun 2023.
“Pembiayaan hijau juga menjadi kunci,” tambah Menko Airlangga. “Kebijakan Climate Budget Tagging (CBT) telah diterapkan untuk menyelaraskan anggaran pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi perubahan iklim. Selain itu, pembiayaan inovatif seperti penerbitan Green Sukuk, SDGs Bonds, dan instrumen hijau lainnya terus dikembangkan.” Pemerintah juga fokus pada investasi hijau dan pengembangan energi terbarukan, didukung oleh kemudahan perizinan dan insentif keuangan.
Lebih lanjut, Menko Airlangga menekankan pentingnya ekonomi sirkular sebagai pilar pendukung keberlanjutan. Dengan merancang limbah dan polusi keluar dari sistem ekonomi, ekonomi sirkular berpotensi menghasilkan manfaat ekonomi hingga USD 4,5 triliun pada tahun 2030. Di Indonesia sendiri, ekonomi sirkular diperkirakan akan menambah PDB sebesar Rp593-638 triliun (USD 40 miliar), mengurangi limbah hingga 18-52 persen di berbagai sektor, mengurangi emisi karbon sebesar 126 juta ton, dan menghemat penggunaan air sebesar 6,3 miliar meter kubik. Lebih dari itu, ekonomi sirkular diproyeksikan menciptakan 4,4 juta lapangan kerja per tahun dan memberikan penghematan rumah tangga hingga hampir 9 persen dari anggaran mereka (Rp4,9 juta per tahun atau USD 327) pada tahun 2030.
“Meskipun potensi ekonomi sirkular sangat besar, saat ini kontribusinya terhadap ekonomi global baru mencapai 8,6 persen,” kata Menko Airlangga. “Integrasi ekonomi biru, hijau, dan sirkular merupakan peluang sekaligus tantangan besar. Kita perlu menjaga keseimbangan pelestarian alam, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mengatasi kendala pembiayaan, dan memastikan kebijakan nasional selaras dengan kesepakatan global.”
**Kata Kunci:** Ekonomi Biru, Ekonomi Hijau, Ekonomi Sirkular, G20 Indonesia, Airlangga Hartarto, Keberlanjutan, Emisi Karbon, Pencemaran Laut, SDGs, Net Zero Emission, Indonesia.